PENGERTIAN
ANEMIA DALAM KEHAMILAN
Anemia dalam
kehamilan ialah kondisi ibu dengan kadar Hb < 11,00 gr% Pada trimester I dan
III atau kadar Hb < 10,50 gr% pada trimester II. Karena ada perbedaan dengan
kondisi wanita tidak hamil karena hemodilusi terutama terjadi pada trimester
II(Sarwono P, 2002).
Anemia pada
wanita hamil jika kadar hemoglobin atau darah merahnya kurang dari 10,00 gr%.
Penyakit ini disebut anemia berat. Jika hemoglobin < 6,00 gr% disebut anemia
gravis. Jumlah hemoglobin wanita hamil adalah 12,00-15,00 gr% dan hematokrit
adalah 35,00-45,00% (Mellyna, 2005).
Anemia hamil
disebut ” potential danger to matter and child (potensial membahayangkan ibu
dan anak) ”, karena itulah anemia memerlukan perhatian khusus dari semua pihak
yang terkait dalam pelayanan kesehatan pada lini terdepan.
Baik di negara maju
maupun di negara berkembang, seseorang disebut menderita anemia bila kadar
Hemoglobin (Hb) kurang dari 10 gr %, disebut anemia berat atau bila kurang dari
6 gr %, disebut anemia gravis.
Wanita tidak hamil
mempunyai nilai normal hemoglobin 12 – 15 gr % dan hematokrit 35-54 %, angka –
angka tersebut juga berlaku untuk wanita hamil, terutama wanita yang mendapat
pengawasan selama hamil. Oleh karena itu, pemeriksaan hematokrit dan
hemogloblin harus menjadi pemeriksaan darah rutin selama pengawasan antenatal.
Sebaiknya pemerintahan dilakukan setiap 3 bulan atau paling sedikit 1 kali pada
pemeriksaan pertama atau pada triwulan pertama dan sekali lagi pada triwulan
akhir.
B. EPIDEMIOLOGI
ANEMIA
Berdasarkan data
SKRT tahun 1995 dan 2001, anemia pada ibu hamil sempat mengalami penurunan dari
50,9% menjadi 40,1% (Amiruddin, 2007). Angka kejadian anemia di Indonesia
semakin tinggi dikarenakan penanganan anemia dilakukan ketika ibu hamil bukan
dimulai sebelum kehamilan. Berdasarkan profil kesehatan tahun 2010 didapatkan
data bahwa cakupan pelayanan K4 meningkat dari 80,26% (tahun 2007) menjadi
86,04% (tahun 2008), namun cakupan pemberian tablet Fe kepada ibu hamil menurun
dari 66,03% (tahun 2007) menjadi 48,14% (Depkes, 2008).
Frekuensi
timbulnya anemia dalam kehamilan tergantung pada suplementasi besi.
Taylor dkk melaporkan rata-rata kadar hemoglobin sebesar 12,7 g/dl
pada wanita yang mengkonsumsi suplemen besi sementara rata-rata hemoglobin sebesar 11,2 g/dl pada
wanita yang tidak mengkonsumsi suplemen.
Karakter Trias Epidemiologi
1) Host
Faktor host (pejamu) dalam
kasus anemia pada ibu hamil adalah ibu hamil yang terdiri dari:
a. Umur
Semakin muda
umur ibu hamil, semakin berisiko untuk terjadinya anemia. Hal ini didukung oleh
penelitian Adebisi dan Strayhorn (2005) di USA bahwa ibu remaja memiliki
prevalensi anemia kehamilan lebih tinggi dibanding ibu berusia 20 sampai 35
tahun. Hal ini dapat dikarenakan pada remaja, Fe dibutuhkan lebih banyak karena
pada masa tersebut remaja membutuhkannya untuk pertumbuhan, ditambah lagi jika
hamil maka kebutuhan akan Fe lebih besar seperti yang sudah dijelaskan pada
riwayat alamiah. Selain itu, faktor usia yang lebih muda dihubungkan dengan
pekerjaan, status sosial ekonomi dan pendidikan yang kurang.
b. Kelompok
etnik
Berdasarkan
penelitian Adebisi dan Strayhorn (2005) di USA bahwa ras kulit hitam memiliki
risiko anemia pada kehamilan 2 kali lipat dibanding dengan kulit putih. Hal ini
juga dihubungkan dengan status sosial ekonomi
c. Keadaan
Fisiologis
Keadaan fisiologis
ibu hamil, peningkatan Hb tidak sebanding dengan penambahan volume plasma yang
lebih besar, selain itu didukung dengan kebutuhan intake Fe yang lebih banyak
untuk eritropoesis.
d. Keadaan
imunologis
Keadaan
imunologis dari ibu hamil yang dapat menyebabkan anemia dihubungkan dengan
proses hemolitik sel darah merah yang nantinya disebut anemia hemolitik. Hal
ini juga berhubungan dengan ada maupun tidak adanya penyakit yang mendasari
seperti SLE(Systemic Lupus Erythematosus) yang dapat menyebabkan hancurnya sel
darah merah.
e. Kebiasaan
Kebiasaan ini
meliputi kebiasaan makan pada ibu hamil, apakah intake nutrisinya adekuat atau
tidak atau mengandung Fe, asam folat, vitamin B12 ataukah tidak. Selain itu,
kebiasaan ibu hamil dalam memeriksakan kehamilannya di tempat pelayanan
kesehatan juga mempengaruhi besar kecilnya kejadian anemia pada ibu hamil.
Menurut penelitian Adebisi dan Strayhorn (2005) di USA, bahwa ibu hamil yang
merokok dan minum alkohol juga mempengaruhi terjadinya anemia.
f. Sosial
ekonomis
Faktor sosial
ekonomi diantaranya adalah kondisi ekonomi, pekerjaan dan pendidikan. Ibu hamil
dengan keluarga yang memiliki pendapatan yang rendah akan mempengaruhi
kemampuan untuk menyediakan makanan yang adekuat dan pelayanan kesehatan untuk
mencegah dan mengatasi kejadian anemia. Ibu hamil yang memiliki pendidikan yang
kurang juga akan mempengaruhi kemampuan ibu dalam mendapatkan informasi
mengenai anemia pada kehamilan.
g. Faktor
kandungan dan kondisi/ riwayat kesehatan
Faktor kandungan
diantaranya paritas, riwayat prematur sebelumnya, dan usia kandungan. Ibu
dengan riwayat prematur sebelumnya lebih berisiko dibanding dengan ibu yang
tidak memiliki riwayat tersebut. Ibu dengan primipara berisiko lebih rendah
untuk terjadi anemia daripada ibu dengan multipara (Omoniyi, Stayhorn, 2005).
Kondisi atau riwayat kesehatan diantaranya adalah apakah ibu hamil menderita
penyakit diabetes, ginjal, hipertensi, dan penyakit kronis lainnya. Ibu hamil mempunyai
riwayat penyakit kronis tersebut, semakin berisiko terjadinya anemia pada ibu
hamil (Omoniyi, Stayhorn, 2005).
2) Agen
Agens atau sumber penyakit pada anemia ibu hamil diantaranya yaitu:
a. Unsur
gizi
Terjadinya
anemia pada ibu hamil juga dapat disebabkan karena defisiensi Fe, asam folat
dan vitamin B dalam makanan. Defisiensi ini dapat terjadi karena kebutuhan Fe
yang meningkat, kurangnya cadangan dan berkurangnya Fe dalam tubuh ibu hamil.
b. Kimia
dari dalam dan luar
Anemia pada ibu
hamil juga dapat terjadi karena berhubungan dengan kimia dan obat. Anemia
tersebut dinamakan anemia aplastik. Kehamilan mengakibatkan peningkatan sintesa
laktogen plasenta, eritropoetin dan estrogen. Laktogen plasenta dan
eritropoetin menstimulasi hematopoesis dimana estrogen menekan sumsum tulang.
Ketidakseimbangan tersebut menyebabkan hipoplasia (Choudry et al, 2002 dalam
Yilmaz et al, 2007).
c. Faktor
faali/ fisiologis
Faktor
fisiologis ini meliputi peningkatan eritrosit dan Hb tidak sebanyak dengan
peningkatan volume plasma pada kehamilan sehingga terjadi hipervolemi. Hal
tersebut berisiko terjadinya anemia pada kehamilan.
3) Lingkungan
Dari ketiga
faktor lingkungan (fisik, biologis dan sosial ekonomi) yang dapat mempengaruhi
kejadian anemia pada ibu hamil yaitu faktor sosial ekonomi. Kondisi sosial
berupa dukungan dari keluarga dan komunitas akan mempengaruhi kejadian anemia
pada ibu hamil. Jika keluarga mendukung terhadap intake nutrisi yang adekuat
pada ibu hamil dan memotivasi dalam memeriksakan kehamilannya secara rutin,
maka kemungkinan kecil terjadi anemia.
Jika lingkungan
komunitas menyediakan sarana pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan dan kader
maka pelayanan kesehatan akan meningkat sehingga kejadian anemia kemungkinan
kecil terjadi. Selain itu, pendidikan ibu hamil yang semakin tinggi akan
mempengaruhi kemampuan dalam mendapatkan informasi. Kondisi ekonomi akan
mempengaruhi kemampuan ibu hamil dan keluarga dalam menyediakan nutrisi yang
adekuat dan memberikan pelayanan kesehatan yang sesuai.
C. PATOGENESA
ANEMIA PADA KEHAMILAN
Riwayat alamiah
penyakit merupakan gambaran tentang perjalanan perkembangan penyakit pada
individu dimulai sejak terjadinya paparan dengan agen penyebab sampai
terjadinya kesembuhan atau kematian tanpa terinterupsi oleh suatu intervensi
preventif maupun terapeutik (CDC, 2010 dikutip Murti, 2010). Hal ini diawali
dengan terjadinya interaksi antara host, agent, dan lingkungan. Perjalanan
penyakit dimulai dengan terpaparnya host yang rentan (fase suseptibel) oleh
agen penyebab. Sumber penyakit (agens) pada anemia ibu hamil diantaranya dapat
berupa unsur gizi dan faktor fisiologis. Pada saat hamil, ibu sebagai penjamu
(host).
Dari faktor faal
atau fisiologis, kehamilan menyebabkan terjadinya peningkatan volume plasma
sekitar 30%, eritrosit meningkat sebesar 18% dan hemoglobin bertambah 19%.
Peningkatan tersebut terjadi mulai minggu ke-10 kehamilan. Berdasarkan hal
tersebut dapat dilihat bahwa bertambahnya volume plasma lebih besar daripada
sel darah (hipervolemia) sehingga terjadi pengenceran darah. Hemoglobin menurun
pada pertengahan kehamilan dan meningkat kembali pada akhir kehamilan.
Namun, pada
trimester 3 zat besi dibutuhkan janin untuk pertumbuhan dan perkembangan janin
serta persediaan setelah lahir. Hal inilah yang menyebabkan ibu hamil lebih
mudah terpapar oleh agen sehingga berisiko terjadinya anemia. Sedangkan, dari
unsur gizi ibu hamil dihubungkan dengan kebutuhan akan zat besi (Fe), asam
folat, dan vitamin B12. Keluhan mual muntah pada ibu hamil trimester
1 dapat mengurangi ketersediaan zat besi pada tubuh ibu hamil. Dan kebutuhan
zat besi pada ibu hamil trimester 3 untuk pertumbuhan dan perkembangan janin
juga membuat kebutuhan zat besi pada ibu hamil semakin besar. Padahal, zat besi
dibutuhkan untuk meningkatkan sintesis hemoglobin.
Jika fase
suseptibel di atas tidak tertangani, maka akan terjadi proses induksi menuju
fase subklinis (masa laten) dan kemudian fase klinis dimana mulai muncul tanda
dan gejala anemia seperti cepat lelah, sering pusing, malaise, anoreksia,
nausea dan vomiting yang lebih hebat, kelemahan, palpitasi, pucat pada kulit
dan mukosa, takikardi dan bahkan hipotensi. Selama tahap klinis, manifestasi
klinis akan menjadi hasil akhir apakah mengalami kesembuhan, kecacatan, atau
kematian (Rohtman, 2002 dalam Murti,2010). Misalnya jika terjadi pada trimester
I akan mengakibatkan abortus dan kelainan kongenital, pada trimester II dapat
mengakibatkan persalinan prematur, perdarahan antepartum, gangguan pertumbuhan
janin, asfiksia, BBLR, mudah terkena infeksi dan bahkan kematian. Sedangkan pada
trimester III akan menimbulkan gangguan his, janin lahir dengan anemia,
persalinan tidak spontan .
Periode Prepathogenesis dan
Pathogenesis
Tahap
prepathogenesis adalah tahap sebelum terjadinya penyakit. Sehingga, tahap ini
terdiri dari fase suseptibel dan subklinis (asimtomatis). Pada tahap ini,
secara patofisiologis anemia terjadi pada kehamilan karena terjadi perubahan
hematologi atau sirkulasi yang meningkat terhadap plasenta. Hal ini berhubungan
dengan meningkatnya volume plasma tetapi tidak sebanding dengan penambahan sel
darah dan hemoglobin. Selain itu, dapat disebabkan kebutuhan zat besi yang
meningkat serta kurangnya cadangan zat besi dan intake zat besi dalam makanan.
Zat besi diperlukan untuk eritropoesis (Atmarita, 2004 dalam Amiruddin et al,
2007).
Jika total zat
besi dalam tubuh menurun akibat cadangan dan intake zat besi yang menurun, maka
akan terjadi penurunan zat besi pada hepatosit dan makrofag hati, limpa dan
sumsum tulang belakang. Setelah cadangan habis, akan terjadi penurunan kadar Fe
dalam plasma padahal suplai Fe pada sumsum tulang untuk pembentukan hemoglobin
menurun. Hal ini mengakibatkan terjadinya peningkatan eritrosit tetapi
mikrositik sehingga terjadi penurunan kadar hemoglobin (Choudry et al, 2002
dalam Yilmaz et al, 2007). Anemia pada kehamilan tersebut dinamakan anemia
defisiensi besi. Klasifikasi anemia dalam kehamilan lainnya diantaranya adalah
anemia megaloblastik, anemia hipoplastik dan anemia hemolitik.
Anemia
megaloblastik termasuk dalam anemia makrositik dimana anemia terjadi karena
kekurangan asam folat dan atau vitamin B12. Anemia hemolitik adalah anemia yang
disebabkan karena penghancuran eritrosit yang lebih cepat dari pembuatannya
akibat kehilangan darah akut/ kronis (Basu, 2010).
Jika sebab-sebab
di atas terjadi pada ibu hamil secara beriringan maka akan menimbulkan
manifestasi klinis anemia. Pada saat tanda dan gejala tersebut muncul, tahap
inilah yang disebut dengan tahap awal pathogenesis. Tahap ini berakhir sampai
fase kesembuhan, kecacatan atau kematian.
Kemudian tahap
patogenesis berakhir pada kesembuhan, kecacatan dan bahkan kematian. Jika
timbul kesakitan atau kecacatan dapat berdampak pada kehamilannya, janinnya,
persalinannya dan bayi nantinya.
Perubahan
hematologi sehubungan dengan kehamilan adalah oleh karena perubahan
sirkulasi yang makin meningkat terhadap plasenta dari
pertumbuhan payudara. Volume plasma meningkat 45-65% dimulai pada
trimester ke II kehamilan,dan maksimum
terjadi pada bulan ke 9 dan meningkatnya sekitar 1000 ml, menurunsedikit
menjelang aterem serta kembali normal 3 bulan setelah partus. Stimulasi
yang meningkatkan volume
plasma seperti laktogen plasenta, yang menyebabkan peningkatan sekresi
aldesteron.
D. PENCEGAHAN
DAN PERAN PERAWAT DALAM PENCEGAHAN
Anemia dapat dicegah dengan mengonsumsi makanan bergizi seimbangdengan asupan
zat besi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Zat besi dapatdiperoleh
dengan cara mengonsumsi daging (terutama daging merah) seperti sapi. Zat besi juga dapat ditemukan pada sayuran berwarna
hijau gelap seperti bayam dan kangkung, buncis, kacang polong,
serta kacang-kacangan. Perlu diperhatikan bahwa zat besi yang terdapat
pada daging lebih mudah diserap tubuh daripada zat besi pada sayuran atau
pada makanan olahan seperti sereal yang diperkuat dengan zat besi. Upaya pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian
suplemen Fe dosisrendah 30 mg pada trimester ketiga ibu hamil non anemik (Hb
lebih/=11g/dl),sedangkan untuk ibu
hamil dengan anemia defisiensi besi dapat diberikan suplemenFe sulfat 325 mg
60-65 mg, 1-2 kali sehari. Untuk yang disebabkan oleh defisiensiasam folat
dapat diberikan asam folat 1 mg/hari atau untuk dosis pencegahan dapatdiberikan
0,4 mg/hari. Dan bisa juga diberi vitamin B12 100-200 mcg/hari
Peran bidan dapat
masuk dalam tahap pencegahan. Dimana tahap pencegahan tediri dari tiga(3) yaitu
:
1. Pencegahan
Primer
Pencegahan
primer dilakukan pada fase prepathogenesis yaitu pada tahap suseptibel dan
induksi penyakit sebelum dimulainya perubahan patologis. Tujuan pencegahan ini
untuk mencegah atau menunda terjadinya kasus baru penyakit dan memodifikasi
faktor risiko atau mencegah berkembangnya faktor risiko (AHA Task Force, 1998
dalam Murti 2010).
Pada pencegahan dalam anemia
ibu hamil ini, bidan komunitas
dapat berperan sebagai edukator seperti memberikan nutrition education berupa
asupan bahan makanan yang tinggi Fe dan konsumsi tablet besi atau tablet tambah
darah selama 90 hari. Edukasi tidak hanya diberikan pada saat ibu hamil, tetapi
ketika belum hamil. Penanggulangannya, dimulai jauh sebelum peristiwa
melahirkan (Junadi, 2007). Selain itu, bidan juga dapat berperan
sebagai konselor atau sebagai sumber berkonsultasi bagi ibu hamil mengenai cara
mencegah anemia pada kehamilan.
Selain itu,
sebagai fasilitator bidan dapat mengaktifkan
kader dan posyandu balita atau pembentukan posyandu (jika belum ada) sebagai
tenaga, sarana dan tempat dalam mempromosikan kesehatan. Bidan juga dapat
menjadi motivator bagi ibu hamil untuk memeriksakan kehamilannya secara rutin
di tempat pelayanan kesehatan terdekat dan memotivasi keluarga ibu hamil untuk
selalu mendukung perawatan yang dilakukan pada ibu hamil untuk mencegah
terjadinya anemia.
2. Pencegahan
Sekunder
Pencegahan
sekunder merupakan pencegahan yang dilakukan pada tahap pathogenesis yaitu
mulai pada fase asimtomatis sampai fase klinis atau timbulnya gejala penyakit
atau gangguan kesehatan. Pada pencegahan sekunder, yang dapat dilakukan
oleh bidan komunitas
diantaranya adalah sebagai care giver diantaranya melakukan skirinning (early
detection) seperti pemeriksaan hemoglobin (Hb) untuk mendeteksi apakah ibu
hamil anemia atau tidak, jika anemia, apakah ibu hamil masuk dalam anemia
ringan, sedang, atau berat. Selain itu, juga dilakukan pemeriksaan terhadap
tanda dan gejala yang mendukung seperti tekanan darah, nadi dan melakukan
anamnesa berkaitan dengan hal tersebut. Sehingga, bidan dapat
memberikan tindakan yang sesuai dengan hasil tersebut.
Dalam hal
ini, bidan dapat
berperan juga sebagai penemu kasus, peneliti, konselor, edukator, motivator,
fasilitator dan kolaborator. Sebagai penemu kasus dan peneliti, bidan dapat
menggambarkan dan melaporkan kejadian anemia pada ibu hamil di suatu daerah,
sehingga datanya bermanfaat untuk dinas terkait dalam rangka penanganan
terhadap kejadian anemia tersebut. Jika ibu hamil terkena anemia, makabidan sebagai
care giver dan kolaborator dapat memberikan terapi oral berupa Fe dan
memberikan rujukan kepada ibu hamil ke rumah sakit untuk diberikan transfusi
(jika anemia berat).
Bidan dapat memberikan pengarahan
dan motivasi kepada ibu hamil dan keluarganya supaya tidak berlanjut pada
komplikasi yang tidak diinginkan pada ibu dan janin. Bidan juga dapat
memotivasi kader untuk dapat membantu mendeteksi adanya anemia pada ibu hamil
di wilayahnya.
3. Pencegahan
Tersier
Pencegahan
tersier dilakukan untuk mencegah perkembangan penyakit ke arah yang lebih buruk
untuk memperbaiki kualitas hidup klien seperti untuk mengurangi atau mencegah
terjadinya kerusakan jaringan, keparahan dan komplikasi penyakit, mencegah
serangan ulang dan memperpanjang hidup.
Contoh
pencegahan tersier pada anemia ibu hamil diantaranya yaitu mempertahankan kadar
hemoglobin tetap dalam batas normal, memeriksa ulang secara teratur kadar
hemoglobin, mengeliminasi faktor risiko seperti intake nutrisi yang tidak
adekuat pada ibu hamil, tetap mengkonsumsi tablet Fe selama kehamilan dan tetap
mengkonsumsi makanan yang adekuat setelah persalinan. Dalam hal ini,bidan dapat berperan
sebagai care giver, edukator, konselor, motivator, kolaborator, dan
fasilitator.
E. GEJALA ANEMIA
DALAM KEHAMILAN
· Ibu mengeluh cepat lelah, Sering pusing, Mata
berkunang-kunang,
· Nafsu
makan turun (anoreksia), mual, muntah
· Konsentrasi
hilang,
· Nafas
pendek (pada anemia parah)
· Keluhan
mual muntah lebih hebat pada hamil muda.
· Keletihan,
malaise, atau mudah megantuk
· Pusing
atau kelemahan
· Sakit
kepala
· Lesi
pada mulut dan lidah
· Kulit
pucat
· Mukosa
membrane atau kunjung tiva pucat
· Dasar
kuku pucat
· Takikardi
· perubahan
jaringan epitel kuku, gangguan sistem neurumuskular
· disphagia dan pembesaran kelenjar limpa.
F. ETIOLOGI ANEMIA
DALAM KEHAMILAN
Penyebab anemia pada umumnya
adalah sebagai berikut :
· Kurang
gizi (malnutrisi) seperti
zat besi, asam folat, dan B12
· Kemampuan perombakan sel darah merah
yang terlalu cepat
· Malabsorpsi
· Kehilangan
darah banyak seperti persalinan yang lalu, haid dan lain-lain
· Penyakit-penyakit
kronik seperti TBC paru, cacing usus, malaria,
G. JENIS-JENIS ANEMIA
Banyak faktor – faktor yang
mempengaruhi pembentukan darah adalah sebagai berikut :
a. komponen
(bahan) yang berasal dari makanan
· Protein,
glukosa, lemak
· Vitamin
B12, asam falat, Vit C
· Elemen
dasar : Fe, Ion Cu, Zink
b. Sum-sum tulang
c. Kemampuan
reabsorpsi usus terhadap bahan yang diperlukan
d. Umur
sel darah merah (eritrosit) terbatas sekitar 120 hari. Sel – sel darah merah
yang sudah tua dihancurkan kembali menjadi bahan baku untuk membentuk sel darah
yang baru.
e. Terjadinya
perdarahan yang kronik (menahun)
· Menstruasi
· Penyakit
yang menyebabkan perdarahan pada wanita seperti mioma uteri,
Polip Serviks, penyakit darah.
Berdasarkan atas faktor –
faktor diatas maka anemia dapat digolongkan menjadi :
1. Anemia
Zat Besi (kejadian 62,30%)
Anemia dalam
kehamilan yang paling sering ialah anemia akibat kekurangan zat besi.
Kekurangan ini disebabkan karena kurang masuknya unsur zat besi dalam makanan,
gangguan reabsorbsi, dan penggunaan terlalu banyaknya zat besi.
Morfologi terdiri dari SDM hipokrom
mikrositik. Zat besi serum menurun dan kapasitas pengikat zat besi
meningkat. Merupakan anemia yang paling seringdijumpai pada
kehamilan. Hal ini disebabkan oleh kurang masuknya unsur besi dalam makanan, karena
gangguan resorpsi, ganguan penggunaan atau karena terlampaui banyaknya besi keluar dari badan, misalnya
pada perdarahan. Keperluan besi bertambah dalam kehamilan terutama
pada trimester terakhir. Keperluan zat besi untuk wanita hamil 17 mg
2. Anemia
Megaloblastik (kejadian 29,00%)
Anemia megaloblastik
adalah penyakit yang ditandai dengan penurunan jumlah SDM (sel darah merah) dan
hipokrom makrositik Anemia megaloblastik dalam kehamilan disebabkan karena
defisiensi asam folat. Umumnya terkait dengan anemia defisiensi zat besi.
Jarang dijumpai kasus anemia megaloblastik saja
3. Anemia
Hipoplastik (kejadian 80,00%)
Anemia pada
wanita hamil yang disebabkan karena sumsum tulang kurang mampu membuat sel-sel
darah merah. Dimana etiologinya belum diketahui dengan pasti kecuali sepsis,
sinar rontgen, racun dan obat-obatan.
4. Anemia
Hemolitik (kejadian 0,70%)
Anemia yang
disebabkan karena penghancuran sel darah merah berlangsung lebih cepat, yaitu
penyakit malaria.
Suatu defek enzimatik yang
terkait-kromosom X dan diturunkan, yang ditandai dengan ketidak mampuan tubuh
memproduksi enzim G6PD, yaitu enzim yang berfungsi sebagai katalis penggunaan
glukosa secara aerob oleh SDM. Anemia ini dapat ditemukan pada keturunan
Afrika-Amerika, Asia, dan Mediterania. Kejadiannya Dua persen dari semua
wanita keturunan Afrika-Amerika menderita penyakit ini.
penyebabnya Infeksi dan
beberapa obat oksidik pada kondisi defisiensi G6PD akan memicu hemolisis SDM
yang megakibatkan anemia hemolitik ringan sampai berat.
5. Anemia
Pernisiosa
Anemia pernisiosa disebabkan
kekurangan faktor intrinsik pada asam lambung, yang diperlukan untuk absorbsi
vitamin B12 dari makanan . karena B12 tidak
dapat diabsorbsi, SDM tidak matang dengan normal. Kasus ini jarang
dijumpai pada individu dibawah usia 35 tahun.
6. Anemia
Sel Sabit
Pada sifat (trait) sel
sabit, ada satu gen normal dan satu gen Hb-S. gejala tidak tampak kecuali pada
keadaan deprivasi oksigen berat. Pada penyakit sel sabit, kedua gen adalah
Hb-S. penyakit ini kronik dan melemahkan. Angka morbiditas dan mortalitas
penyakit ini tinggi. Kejadiannya Satu dari 12 keturunan Afrika-Amerika membawa
sifat sel sabit. Satu dari 500 keturuna Afrika-Amerika menderita penyakit ini.
H. PENGARUH
ANEMIA PADA KEHAMILAN DAN JANIN.
a. Bahaya
selama kehamilan
· Persalinan
Prematur
· Mudah
terjadinya Infeksi
· Ancaman
Dekompensasi Cordis (jika HB < 6 gr)
· Hiperemesis
Gravidarum
· Perdarahan
Antepartum
· KPD
( Ketuban Pecah Dini )
b. Bahaya
saat persalinan
· Gangguan
his kekuatan mengejan
· Pada
kala I dapat berlangsung lama dan terjadi partus terlantar
· Pada
kala II berlangsung lama sehingga dapat melelahkan
dan sering memerlukan tindakan dan operasi kebidanan.
· Pada
kala III (Uri) dapat diikuti Retencio Placenta, PPH
karena Atonnia Uteri
· Pada
kala IV dapat terjadi pendarahan Post Partum Sekunder
dan Atonia Uteri
c. Bahaya
pada saat Nifas
· Terjadi
Subinvolusi Uteri yang dapat menimbulkan perdarahan
· Memudahkan
infeksi Puerpurium
· Berkurangnya
pengeluaran ASI
· Dapat
terjadi DC mendadak setelah bersalin
· Memudahkan
terjadi Infeksi mamae
d. Pengaruh
Anemia Terhadap Janin
Meskipun janin mampu menyerap
berbagai kebutuhan dari Ibunya tetapi jika anemia akan mengurangi kemampuan
metabolisme tubuh sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangan janin dalam
rahim. Pengaruh – pengaruhnya terhadap janin diantaranya :
· Abortus
· Kematian
Interauterin
· Persalinan
Prematuritas tinggi
· BBLR
· Kelahiran
dengan anemia
· Terjadi
cacat kongenital
· Bayi
mudah terjadi Infeksi sampai pada kematian
· Intelegensi
yang rendah
· Kekuranganenergi dalam asupan makanan yang dikonsumsi
menyebabkan tidak tercapainya penambahan berat badan ideal dari ibu
hamil yaitu sekitar 11 – 14kg. Kekurangan itu akan diambil dari persediaan
protein yang dipecah menjadienergi
I. KEBUTUHAN ZAT BESI PADA WANITA
HAMIL
Wanita memerlukan zat besi
lebih tinggi dari pada laki – laki karena terjadi menstruasi dengan perdarahan
sebanyak kurang lebih 50 cc – 80 cc setiap bulan pada wanita dan kehamilan, zat
besi yang berkurang sebesar 30 – 40 mg. Pada saat kehamilan memerlukan
tambahan zat besi untuk menambahkan sel darah merah dan membentuk sel darah
merah pada janin dan placenta. Semakin sering wanita hamil dan melahirkan maka
akan semakin banyak wanita itu kehilangan zat besi dan menjadi semakin anemis.
Gambaran banyaknya kebutuhan zat besi setiap kehamilan :
· Meningkatkan
sel darah Ibu 500 mg Fe
· Terdapat
dalam placenta 300 mg Fe
· Untuk
darah janin 100 mg Fe + Jumlah 900 mg Fe
Jika persediaan Fe minimal,
maka disetiap kehamilan akan menguras Fe dan akhirnya menimbulkan anemia pada
kehamilan berikutnya. Pada setiap kehamilan relatif mengalami anemia
dikarenakan darah Ibu mengalami Hemodilusi (pengenceran) dan meningkatkan volume
38 % – 40 % yang puncaknya pada kehamilan 32 – 34 minggu. Jumlah
pertambahan sel darah 18 % – 30 % dan HB sekitar 19 %. Bila HB sebelum hamil
sekitar 11 gr maka dengan terjadinya Hemodilusi akan mengakibatkan anemia
fisiologi, dan HB Ibu akan turun menjadi kurang lebih 9,5 – 10 gr %.
Setelah persalinan dengan
lahirnya Bayi dan placenta maka akan kehilangan zat besi kurang lebih 900 mg
dari perdarahan yang dialami Ibu saat persalinan. Saat laktasi Ibu memerlukan
kesehatan jasmani yang optimal sehingga dapat menyiapkan ASI unntuk pertumbuhan
dan perkembangan bayi. Dalam keadaan anemia laktasi tidak dapat terlaksana
dengan baik maka dari itu sbisa mungkin ibu tidak anemis.